PALEMBANG,POJOKSUMSEL – Kabupaten Muara Enim menjadi pusat perhatian pengunjung pameran Sriwijaya Expo 2021 bertempat di Dinning Hall Jakabaring Palembang 2-5 Juli pekan ini. Dimana yang menarik adalah sentra batik khas Bumi Serasan Sekundang, disitu pengunjung bisa merasakan langsung mencanting batik tulis sendiri di dampingi dari Rumah Batik Serasan (RBS).
Totok Adi Hermanto ST MM, pemilik Rumah Batik Serasan (RBS), beralamat di Jalan Sulatan Mahmud Badarudiin II Kota Muara Enim menerangkan, sentra batik khas Muara Enim yang ada di rumah batik serasan saat ini memiliki barbagai macam motif khas Sumber Daya Alam (SDA) daerah dengan teknis tulis, cap, maupun kombinasi keduanya. Saat ini Rumah Batik Serasan tidak hanya menjadi pusat penjualan saja, akan tetapi pengunjung bisa belajar tentang sejarah batik, hingga mencoba membuat batik sendiri dengan bimbingan pengrajin yang ada di rumah batik serasan.
“RBS kini sudah berkembang menjadi destinasi wisata untuk berbelanja batik, pusat budaya batik, pengunjung bisa belajar tentang sejarah batik, hingga mencoba membuat batik sendiri langsung dari pembimbing,”ungkap Totok, Kamis (8/7/2021).
Dikatakan, menurut sebagian masyarakat mengungkapkan bahwa batik tulis, dan cap mahal, akan tetapi, imbuh Totok, jika melihat langsung dari proses pembuatan batik tersebut baru dapat di simpulkan kenapa batik harganya mahal. Harga batik di Rumah Batik Serasan rata-rata mulai dari 250 ribu per lembar dengan ukuran 2,5 meter. Akan tetapi jika sudah di buat menjadi busana jadi harganya bisa lebih dari 500 ribu per potong. Imbuhnya, harga tergantung dengan motif, dan teknik membatik serta model busana yang akan di jahit.
“Sebelum menganggap batik itu mahal, bisa datang ke RBS dan melihat proses pembuatannya, baru bisa menyimpulkan bahwa batik itu mahal,”imbuhnya.
Imbuh Totok, saat mengikuti pameran di Sriwijaya Expo 2021 kemarin, RBS menyediakan tempat demo bagi pengunjung di samping depan stan milik Pemerintah Kabupaten Muara Enim. Pengunjung yang tertarik disediakan kain satu lembar kosong bisa di motif sendiri, maupun kain yang sudah di buat motif untuk di canting. Menurut Totok, para pengunjung sangat antusias sekali, termasuk para istri pejabat, dan anggota dewan yang sempat mampir merasakan sensasi membatik.
“Kata mereka, membuat batik itu susah banget, wajar harganya mahal,”kata Totok.
Sementara itu, Fredy Boyas, dari Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif salah satu panitia Stan Muara Enim, dia sempat merasakan susahnya membatik, katanya ternyata membatik itu tidak semudah yang di bayangkan. Susahnya mulai dari memegang canting, merasakan panas alat canting untuk menorehkan malam ke kain, serta menjaga kuali malam itu harus terus di panaskan agar malam tetap cair.
“Ternyata membatik itu butuh ketelitian, kesabaran, inovasi dan berkolaborasi untuk menghasilkan karya yang menarik dan baik. Wajar kalau batik harganya mahal,”ungkapnya.(red)