PojokSumsel.com – Dosen senior dan ahli hukum pidana Universitas Riau, Dr. Erdianto mengatakan, pelaksanaan hukum pidana akan menjadi membahayakan jika surat kuasa yang berarti mandat dijadikan alat bukti pidana. “Dakwaan turut serta yang dijadikan argumen jaksa dengan bukti adanya surat kuasa jelas salah kaprah,” kata Erdianto di dalam sidang yang digelar di PN Bangkinang, Riau pada Kamis, 12 Mei 2022.
Persidangan dengan terdakwa Ketua Kopsa Muara Kampar Riau, H. Anthony Hamzah yang dikriminalisasi karena memperjuangkan hak 997 petani atas PTPN V dan perusahaan perkebunan ilegal PT Langgam Harmuni, memasuki babak akhir, sebelum tuntutan jaksa akan dibacakan.
Endiarto menerangkan, makna turut serta adalah bahwa pelaku dan penganjur harus sama-sama memahami bahwa apa yang dilakukannya adalah tindak pidana. Sehingga ada kesadaran penuh bahwa fasilitas yang dia berikan tersebut untuk melakukan tindak pidana. Yang dimaksud pemberian sarana dan prasarana kejahatan adalah, jika tanpa sarana tersebut maka tidak bisa melakukan kejahatan.
“Pemberian uang jasa Kepada penerima kuasa bukanlah bentuk sarana dan prasarana yang dimaksud dalam Hukum Pidana. Sehingga, jika penerima kuasa melakukan tindak pidana, maka pertanggungjawabannya mutlak jatuh kepada penerima kuasa,” tegas dosen senior Fakultas Hukum Universitas Riau ini.
“Apalagi pada pemeriksaan sebelumnya, Hendra Sakti, terpidana yang pernah menerima Kuasa dari Kopsa M ini, secara tegas menyatakan bahwa tindakannya bukan atas perintah Anthony Hamzah,” lanjut Erdianto yang hadir dalam sidang untuk memberikan keterangan ahli.
Dalam persidangan hari itu, penasihat hukum menghadirkan dua saksi ahli hukum pidana dan satu saksi ahli hukum perdata. Keterangan ketiga ahli ini dimaksud untuk memperkuat argumen penasihat hukum dalam dalam eksespsi meyakini bahwa kriminalisasi terhadap dosen UNRI, H. Anthony Hamzah adalah back fire atas kegigihannya membela hak-hak petani dan dakwaan atasnya tidak sah secara hukum.
Sementara, Penasihat Ahli Kapolri Bidang Hukum Pidana yang juga anggota Tim Perumus RUU KUHP, Dr. Chairul Huda saat dimintai keteranganya sebagai saksi ahli menjelaskan, bahwa seseorang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana dengan dasar surat kuasa, karena surat kuasa adalah produk hukum yang diatur oleh undang-undang keperdataan.
Ia mengatakan, dakwaan atas Anthony Hamzah yang didasari bukti foto copy tidak berkesesuaian sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP (1). Bahkan menjadi menyesatkan karena menjadikan tulisan foto copy yang tidak diketahui asal-usulnya serta tidak ada pembanding aslinya sebagai alat bukti. “Hal tersebut jelas melanggar UU yang mengatur secara jelas dan tegas mengenai alat bukti,” terang Chairul Huda.
“Jika disandingkan dengan pertanggungjawaban pidana, maka tidak mungkin ada surat kuasa dibuat untuk melakukan tindak pidana. Sehingga pertanggungjawaban pidana terhadap hal melawan hukum, mutlak jatuh terhadap pelaku tindak pidana,” lanjut Huda.
Dosen Pembaharuan Hukum Pidana di beberapa perguruan tinggi ini mencontohkan, apabila residen memberikan kuasa kepada menteri, kemudian menteri tersebut korupsi, apakah presiden juga harus bertanggung jawab? “Kan tentu tidak,” terang Huda.
Hakim kemudian menanyakan dalam hubungan antara Anthony Hamzah dengan pelaku perusakaan yang sudah divonis sebelumnya. Apakah Anthony yang membayar pengacara bisa dikatakan memberikan sarana dan prasarana terhadap tindak pidana? Dijawab dengan tegas oleh Chairul Huda, tidak.
“Karena ada unsur esensial yang harus dibuktikan, yaitu inisiatif kedua belah pihak. Anthony Hamzah memberikan kuasa kepada orang yang mengaku pengacara, jelas dia sebagai korban penipuan dari orang tersebut. Orang yang ditipu tentu sebelumnya tidak menyadari bahwa dia telah ditipu,” terang Chairul Huda.
Ia melanjutkan, Anthony Hamzah memberikan kuasa kepada pengacara tentu niat dan maksud dia adalah untuk menyelesaikan persoalan-persoalan sebagaimana keilmuaan pengacara bukan premanisme. “Sehingga sejak awal pun tidak ada niat atau kehendak diri Anthony untuk melakukan hal-hal di luar hukum,” tandas Chairul Huda.
Sementara Saksi Ahli ketiga yang didatangkan, Dr. Firdaus, dosen senior Fakultas Hukum UNRI mempertegas, bahwa surat kuasa adalah produk hukum yang masuk dalam ranah perjanjian.
“Syarat-syarat perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan empat syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu: sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal. Syarat sah perjanjian tersebut secara tegas menjelaskan bahwa tidak sah jika ada hal-hal yang diperjanjikan tersebut adalah melawan hukum,” kata Firdaus yang juga mantan Dekan FH Universitas Riau.
Lebih lanjut dia mengatakan dalam kasus Anthony Hamzah, pemberian Kuasa kepada Hendra Sakti adalah sah menurut hukum. Dan tidak ada hal yang dilanggar. Hal-hal yang dilakukan penerima kuasa yang kemudian melanggar hukum, maka berdampak pada batalnya perjanjian tersebut sehingga, pertanggungjawaban atas hal-hal melawan hukum mutlak jatuh kepada penerima kuasa. Bukan yang memberi kuasa.
Di akhir persidangan yang menghadirkan 3 saksi ahli tersebut, Penasehat Hukum Kopsa M, Samaratul Fuad, mengatakan keterangan jernih para ahli hukum yang membersamai para petani dan secara sukarela memberikan kesaksiannya, diharapkan dapat meyakinkan para hakim yang menangani perkara ini. Kekeliruan dalam mengambil putusan akan menjadi preseden buruk dan yurisprudensi yang menyesatkan.