PojokSumsel.com – Secara lugas dapatlah dikatakan, bahwa negara Israel itu adalah zionisme bangsa Yahudi rasis yang menerapkan politik apartheid. Demikian ungkapan lain yang dikatakan Ketua Bidang Luar Negeri Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Aat Surya Safaat menanggapi penembakan terhadap Shireen Abu Akleh, wartawati Palestina di Jenin, Tepi Barat wilayah Palestina pada 11 Mei 2022 yang diduga kuat dilakukan oleh tentara Israel.
“Saya bahkan sependapat dengan Direktur Kantor Amnesty International di Jerusalem yang mengatakan bahwa penembakan terhadap wartawati Palestina itu benar-benar membuktikan Zionis Israel bukan hanya menerapkan politik apartheid tetapi juga bersikap rasis terhadap warga Palestina,” kata Aat Surya Safaat di Jakarta dalam Webinar MINA Talks edisi khusus Peringatan Hari Nakbah Palestina ke-74 bertema “Peran wartawan di medan konflik: Rekam jejak kejahatan Israel terhadap insan pers”, Senin (16/05).
Aat menguatkan pernyataan sebelumnya dari Direktur Kantor Amnesty International di Jerusalem, Saleh Hijazi yang hadir selaku pembicara dalam webinar ini. Selain Salesh Hijazi, hadir pula Mohammad Shaaban yang menggantikan Shadah Hanasiyah, wartawati Palestina yang menjadi saksi kasus penembakan terhadap Wartawati Al-Jazeera Shireen Abu Akleh.
Shadah Hanasiyah berhalangan hadir pada webinar ini karena dihalang-halangi bahkan dianiaya tentara Israel saat akan tampil pada webinar yang dilaksanakan untuk memperingati Hari Nakbah Palestina ke-74. Hari Nakbah Palestina adalah hari kali pertama pengusiran warga Palestina oleh Israel yang biasa diperingati setiap tanggal 15 Mei.
Ketua Bidang Luar Negeri SMSI ini juga mengemukakan, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa telah menerapkan politik standar ganda. Negara-negara Barat itu dengan segera menerapkan sanksi terhadap Rusia yang melakukan penyerangan ke Ukraina, tetapi mereka tidak melakukan pembelaan apapun kepada rakyat Palestina yang telah berpuluh tahun terus menerima kekejaman tentara Zionis Yahudi.
Aat juga meminta Amnesty International untuk segera melaporkan kasus pembunuhan Shireen Abu Akleh ke Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) agar Israel diganjar dengan hukuman yang setimpal sehingga kasus serupa tidak terulang lagi terhadap jurnalis yang harus dilindungi di medan perang sekalipun.
Apartheid merupakan politik yang diterapkan untuk membedakan perlakuan terhadap ras dan suku, dalam hal ini membedakan warga Palestina dengan warga Israel, di mana warga Israel mendapat hak istimewa dibanding warga Palestina, dan apartheid adalah suatu kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana didefinisikan dalam Statuta Roma dan Konvensi Apartheid.
Kekerasan demi kekerasan yang dilakukan rezim Zionis Israel di Palestina sejak negara Yahudi ini dipaksakan berdiri hingga kini menggambarkan sistem apartheid Israel yang memungkinkan berlanjutnya kekerasan negara tanpa sanksi apapun dari negara lain yang didalangi Amerika Serikat.
Laporan Amnesty International setebal 182 halaman yang diumumkan 2 Februari 2022 juga menemukan bukti-bukti yang memberatkan, bahwa Israel harus dimintai pertanggungjawaban karena melakukan kejahatan apartheid terhadap warga Palestina.
Sementara Saleh Hijazi mengungkapkan, kasus penembakan Shireen Abu Akleh menambah panjang daftar wartawan yang tewas dalam tugas liputan perang dan seperti yang sudah-sudah, kasus pembunuhan Shireen kemungkinan juga bakal lenyap begitu saja meskipun banyak pihak yang menindaklanjutinya secara hukum internasional.
“Meski demikian kami siap melaporkannya ke Mahkamah Kriminal Internasional serta meminta adanya penyelidikan yang menyeluruh terhadap kasus penembakan tersebut,” katanya sambil menambahkan bahwa Shireen sebelumnya sering melaporkan kekejaman tentara Israel terhadap warga Palestina.
Shireen diberitakan meninggal dunia akibat terkena tembakan di bagian wajah saat meliput penyerbuan tentara Israel ke kamp pengungsi di Jenin pada 11 Mei 2022. Wartawati berusia 51 tahun itu disebutkan sudah mematuhi prosedur peliputan perang, yaitu memakai rompi anti peluru bertuliskan PRESS dan mengenakan helm.
Tetapi segala prosedur tersebut menjadi tak berarti saat sebutir peluru menembus wajah Shireen, hingga menewaskannya. Banyak kalangan menilai, penembakan Shireen bukan sebuah ketidaksengajaan. Sangat mungkin dia sengaja dibidik sebagai target, mengingat hanya satu peluru yang mengena tepat di bagian tubuh Shireen yang terbuka, yaitu bagian wajahnya.