Jakarta, Pojoksumsel.com – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menyatakan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen penting untuk mendukung ekonomi.
Menurutnya, peningkatan penerimaan negara sangat diperlukan guna membiayai program prioritas yang menunjang kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, langkah strategis ini disepakati.
Pemerintah bersama DPR menetapkan kebijakan ini dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) 2021, yang akan mulai berlaku pada 2025.
Kebijakan ini dirancang untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, serta mendukung pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dalam jangka panjang.
Namun, barang kebutuhan pokok seperti beras, jagung, sagu, dan kedelai tetap bebas PPN. Begitu juga garam, daging segar, susu, telur, buah, serta sayuran, tetap dibebaskan dari PPN.
Barang konsumsi lainnya, termasuk barang mewah seperti kendaraan, rumah, dan produk kelas atas, akan dikenakan tarif PPN 12 persen pada 2025.
Langkah ini bertujuan agar kelompok ekonomi mampu memberikan kontribusi lebih besar bagi penerimaan negara yang dialokasikan untuk program sosial masyarakat.
Sayangnya, Said menyebut kontribusi PPnBM masih kecil, sekitar 1,3 persen dari total penerimaan negara antara 2013 hingga 2022.
Hal ini menunjukkan, kebijakan PPN 12 persen pada barang mewah saja kurang efektif mendongkrak target penerimaan pajak di tahun 2025.
Sebaliknya, kebijakan tersebut dapat memengaruhi daya beli masyarakat. Oleh karena itu, strategi mitigasi yang matang harus segera dirancang pemerintah.
Banggar DPR memberikan delapan rekomendasi kebijakan, di antaranya meningkatkan anggaran perlindungan sosial dengan memastikan jumlah penerima lebih luas dan distribusi lebih tepat.
Selain itu, subsidi BBM, listrik, serta LPG bagi rumah tangga miskin, termasuk ojek online, harus dipertahankan agar daya beli tetap stabil.
Subsidi transportasi juga perlu diperluas, terutama untuk moda transportasi yang digunakan masyarakat sehari-hari, guna mengurangi beban pengeluaran.
Kemudian, subsidi perumahan harus dimanfaatkan kelompok menengah bawah. Sementara itu, bantuan pendidikan dan beasiswa harus diperkuat bagi perguruan tinggi.
Operasi pasar rutin setidaknya dua bulan sekali perlu dilaksanakan guna menjaga inflasi tetap terkendali dan daya beli masyarakat tetap terjaga.
Pemerintah juga harus meningkatkan belanja untuk produk UMKM guna mendukung sektor ekonomi lokal dan mendorong pertumbuhan lapangan kerja.
Selain itu, pelatihan serta program pemberdayaan ekonomi penting diberikan kepada masyarakat terdampak agar mereka dapat beradaptasi di sektor baru.
Lebih lanjut, Said mengusulkan kebijakan ini diselaraskan dengan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), demi memberikan akses permodalan bagi masyarakat kecil.